Senin, 19 Januari 2015

Diagnosa Keperawatan - Askep BBLR


Berat Badan Lahir Rendah (BBLR) ialah bayi baru lahir yang berat badannya saat lahir kurang dari 2500 gram (sampai dengan 2499). Bayi lahir rendah mungkin prematur (kurang bulan), mungkin juga cukup bulan (dismatur) (Saifuddin, 2006).
Pada tahun 1961, WHO mengganti istilah bayi prematur dengan Bayi Berat Badan Lahir Rendah (BBLR) karena disadari tidak semua bayi dengan berat badan kurang dari 2500 gram pada waktu lahir adalah bayi prematur (Winkjosastro, 2006).

Bayi Berat Badan Lahir Rendah (BBLR) adalah bayi dengan berat lahir kurang dari 2500 gram tampa memandang masa gestasi. Berat lahir adalah berat bayi yang ditimbang dalam 1 (satu) jam setelah lahir (Prawirohardjo, 2006).

Bayi lahir dengan Berat Badan Lahir Rendah (BBLR) merupakan salah satu faktor yang mempunyai kontribusi terhadap kematian bayi khususnya pada masa perinatal. Selain itu bayi berat lahir rendah dapat mengalami gangguan mental dan fisik pada usia tumbuh kembanga selanjutnya sehingga membutuhkan biaya perawatan yang tinggi (Anonim, 2006).

Menurut Badriul (2009) Bayi Berat Badan Lahir Rendah (BBLR) adalah bayi yang lahir dengan berat kurang dari 2500 gram, tanpa memandang usia kehamilan. BBLR dibedakan menjadi dua bagian: pertama BBLR sangat rendah bila berat lahir kurang dari 1500 gram, dan kedua BBLR bila berat lahir antara 1501- 2499 gram.

Diagnosa yang bisa ditegakkan oleh seorang perawat pada bayi dengan BBLR yaitu:

1. Pola nafas yang tidak efektif
berhubungan dengan :
  • imaturitas pusat pernapasan,
  • keterbatasan perkembangan otot penurunan otot atau kelemahan,
  • ketidakseimbangan metabolik.
2. Resiko termoregulasi inefektif
berhubungan dengan
  • SSP imatur (pusat regulasi residu, penurunan massa tubuh terhadap area permukaan, penurunan lemak sebkutan, ketidakmampuan merasakan dingin dan berkeringat, cadangan metabolik buruk)

3. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan
berhubungan dengan
  • penurunan simpanan nutrisi,
  • imaturitas produksi enzim,
  • otot abdominal lemah,
  • refleks lemah.

4. Resiko infeksi
berhubungan dengan
  • pertahanan imunologis yang tidak efektif.
5. Resiko kekurangan volume cairan
berhubungan dengan
  • usia dan berat ekstrem,
  • kehilangan cairan berlebihan (kulit tipis),
  • kurang lapisan lemak,
  • ginjal imatur/ kegagalan mengonsentrasikan urine.

6. Resiko cedera akibat bervariasinya aliran darah otak, hipertensi atau hipotensi sistemik, dan berkurangnya nutrient seluler (glukosa dan oksigen)
berhubungan dengan
  • system sraf sentral dan respons stress fisiologis imatur.

7. Nyeri
berhubungan dengan
  • prosedur, diagnosis dan tindakan.
8. Resiko gangguan pertumbuhan dan perkembangan
berhubungan dengan
  • kelahiran premature,
  • lingkungan NICU tidak alamiah,
  • perpisahan dengan orang tua.
9. Resiko gangguan integritas kulit
berhubungan dengan
  • imobilitas,
  • kelembaban kulit.
10. Kecemasan orang tua
berhubungan dengan
  • kondisi penyakit bayinya.

Perawatan BBLR (Berat Badan Lahir Rendah)


Perawatan BBLR

Dengan memperhatikan gambaran klinis diatas dan berbagai kemungkinan yang dapat terjadi pada bayi BBLR, maka perawatan dan pengawasan bayi BBLR ditujukan pada pengaturan panas badan, menghindari infeksi, pemberian makanan bayi dan pernapasan.

1. Pengaturan Suhu Tubuh BBLR

Bayi BBLR mudah dan cepat sekali menderita Hypotermia bila berada di lingkungan yang dingin. Kehilangan panas disebabkan oleh permukaan tubuh bayi yang realtif lebih luas bila dibandingkan dengan berat badan, kurangnyua jaringan lemak dibawah kulit, dan kekurangan lemak coklat (Brown Fat). Untuk mencegah hypotermi, perlu diusahakan lingkungan yang cukup hangat untuk bayi dan dalam keadaan istrahat konsumsi oksigen paling sedikit, sehingga suhu tubuh bayi tetap normal. Bila bayi dirawat dalam inkubator, maka suhunya untuk nayi dengan berat badan kurang dari 2000 gram adalah 35 0C dan untuk bayi dengan BB 2000 gram sampai 2500 gram 34 0C, agar ia dapat mempertahankan suhu tubuh sekitar 37 0C. Kelembaban inkubator berkisar antara 50 – 60 persen. Kelembaban yang lebih tinggi diperlukan pada bayi dengan syndroma gangguan pernapasan. Suhu inkubator dapat diturunkan 1 0C per minggu untuk bayi dengan berat badan 2000 gram dan secara berangsur – angsur ia dapat diletakkan didalam tempat tidur bayi dengan suhu lingkungan 27 0C-29 0C. Bila inkubator tidak ada, pemanasan dapat dilakukan dengan membungkus bayi dan meletakkan botol-botol hangat disekitarnya atau dengan memasang lampu petromaks di dekat tempat tidur bayi atau dengan menggunakan metode kanguru.

Cara lain untuk mempertahankan suhu tubuh bayi sekitar 36 0C - 37 0C adalah dengan memakai alat perspexheat shield yang diselimuti pada bayi didalam inkubator. Alat ini berguna untuk mengurangi kehilangan panas karena radiasi. Akhir-akhir ini telah dimulai digunakan inkubator yang dilengkapi dengan alat temperatur sensor (Thermistor probe). Alat ini ditempelkan dikulit bayi. Suhu inkubator dikontrol oleh alat servomechanism. Dengan cara ini suhu kulit bayi dapat dipertahankan pada derajat yang telah ditetapkan sebelumnya. Alat ini sangat bermanfaat untuk bayi dengan berat lahir yang sangat rendah.
Bayi dalam inkubator hanya dipakaikan popok. Hal ini penting untuk memudahkan pengawasan mengenai keadan umum, perubahan tingkah laku, warna kulit, pernapasan, kejang dan sebagainya sehingga penyakit yang diderita dapat dikenal sedini mungkin dan tindakan serta pengobatan dapat dilaksanakan secepat-cepatnya.

2. Pernapasan

Jalan napas merupakan jalan udara melalui hidung, pharing, trachea, bronchiolus, bronchiolus respiratorius, dan duktus alveoleris ke alveoli. Terhambatnya jalan napas akan menimbulkan asfiksia, hipoksia dan akhirnya kematian. Selain itu bayi BBLR tidak dapat beradaptasi dengan asfiksia yang terjadi selama proses kelahiran sehingga dapat lahir dengan asfiksia perinatal. Bayi BBLR berisiko mengalami serangan apneu dan defisiensi surfakatan, sehingga tidak dapat memperoleh oksigen yang cukup yang sebelumnya diperoleh dari plasenta. Dalam kondisi seperti ini diperlukan pembersihan jalan napas segera setelah lahir (aspirasi lendir), dibaringkan pada posisi miring, merangsang pernapasan dengan menepuk atau menjentik tumit. Bila tindakan ini gagal, dilakukan ventilasi, intubasi endotrakheal, pijatan jantung dan pemberian oksigen dan selama pemberian intake dicegah terjadinya aspirasi. Dengan tindakan ini dapat dicegah sekaligus mengatasi asfiksia sehingga memperkecil kematian bayi BBLR.

3. Pencegahan Infeksi

Infeksi adalah masuknya bibit penyakit atau kuman kedalam tubuh, khususnya mikroba. Bayi BBLR sangat mudah mendapat infeksi. Infeksi terutama disebabkan oleh infeksi nosokomial. Kerentanan terhadapa infeksi disebabkan oleh kadar imunoglobulinserum pada bayi BBLR masih rendah, aktifitas bakterisidal neotrofil, efek sitotoksik limfosit juga masih rendah dan fungsi imun belum berpengalaman.
Infeksi local bayi cepat menjalar menjadi infeksi umum. Tetapi diagnosis dini dapat ditegakkan jika cukup waspada terhadap perubahan (kelainan) tingkah laku bayisering merupakan tanda infeksi umum. Perubahan tersebut antara laian : malas menetek, gelisah, letargi, suhu tyubuh meningkat, frekwensi pernapasan meningkat, muntah, diare, berat badan mendadak turun.

Fungsi perawatan disini adalah memberi perlindungan terhadap bayi BBLR dari infeksi. Oleh karena itu, bayi BBLR tidak boleh kontak dengan penderita infeksi dalam bentuk apapun. Digunakan masker dan baju khusus dalam penanganan bayi, perawatan luka tali pusat, perawatan mata, hidung, kulit, tindakan aseptic dan antiseptic alat-alat yang digunakan, isolasi pasien, jumlah pasien dibatasi, rasio perawat pasien ideal, mengatur kunjungan, menghindari perawatan yang yang terlalu lama, mencegah timbulnya asfiksia dan pemberian antibiotic yang tepat.

4. Pengaturan Intake

Pengaturan intake adalah menentukan pilihan susu, cara pemberian dan jadwal pemberian yang sesuai dengan kebutuhan bayi BBLR.
ASI (Air Susu Ibu) merupakan pilihan pertama jika bayi mampu mengisap. ASI juga dapat dikeluaekan dan diberikan pada bayi yang tidak cukup mengisap. Jika ASI tidak ada atau tidak mencukupi khususnya pada bayi BBLR dapat digunakan susu Formula yang komposisinya mirip ASI atau susu formula khusu bayi BBLR.

Cara pemberian makanan bayi BBLR harus diikuti tindakan pencegahan khusus untuk mencegah terjadinya regurgitasi dan masuknya udara dalam usus. Pada bayi dalam incubator dengan kontak yang minimal, tempat tidur atau kasur incubator harus diangkat dan bayi dibalik pada sisi kanannya. Sedangkan pada bayi lebih besar dapat diberi makan dalam posisi dipangku. Pada bayi BBLR yang lebih kecil, kurang giat dan mengisap dan sianosis ketika minum melalui botol atau menetek pada ibunya, makanan diberikam melalui NGT
Jadwal pemberian makanan disesuaikan dengan kebutuhan dan berat badan bayi BBLR. Pemberian makanan interval tiap jam dilakukan pada bayi dengan Berat Badan lebih rendah.

5. Ikterus
Semua bayi prematur menjadi ikterus karena sistem enzim hatinya belum matur dan bilirubin tak berkonjugasi tidak dikonjugasikan secara efisien sampai 4-5 hari berlalu . Ikterus dapat diperberat oleh polisetemia, memar hemolisias dan infeksi karena hperbilirubinemia dapat menyebabkan kernikterus maka wama bayi harus sering dicatat dan bilirubin diperiksa, bila ikterus muncul dini atau lebih cepat bertambah coklat.

6. Perawatan kulit

Kulit bayi prematur sangat imatur dibandingkan bayi yang cukup bulan. Karena sangat sensitif dan rapuh, maka sabun yang berbasis alkalis yang dapat merusakmantel asam tidak boleh digunakan. Semua produk kulit (misal: alkohol, povidone iodine) harus dipergunakan secara hati-hati: kulit harus segaera dibilas dengan air sesudahnya karena zat-zat tersebut dapat mengakibatkan iritasi berat dan luka bakar kimia pada bayi.
Kulit sangat mudah mengalami eksoriasi dan terkelupas; harus diperhatikan jangan sampai merusak struktur yang halus tersebut. Oleh karena itu, ikatannya jauh lebih longgar diantara lapisan kulit tipis tersebut. Penggunaan perekat setelah penusukan tumit atau untuk melekatkan alat pemantau atau infus IV dapat eksoriasi kulit atau menempel erat pada permukaan kulit sehingga epidermis dapat terkelupas dari dermis dan tertarik bersama plester sama sekali tidak aman menggunakan gunting untuk mengelupas balutan atau plester dari ekstremitas bayi imatur yang sangat kecil, karena bis memotong ekstremitas yang kecil tersebut atau melepas klit yang terikat longgar. Pelarut yang digunakan untuk mengelupas plester juga harus dihindari karena cenderung mengeringkan dan membakar kulit lembut.

Pathway BBLR (Berat Badan Lahir Rendah)

Pathway BBLR

Definisi BBLR

Berat badan lahir rendah (BBLR) adalah bayi baru lahir dengan berat badan pada saat kelahiran kurang dari 2500 gr atau lebih rendah (WHO, 1961).

BBLR Merupakan bayi (neonatus) yang lahir dengan memiliki berat badan kurang dari 2500 gram atau sampai dengan 2499 gram. (Hidayat, 2005).

Bayi Berat Badan Lahir Rendah (BBLR) adalah bayi yang lahir dengan berat badan kurang dari 2.500 gram tanpa memperhatikan usia gestasi (Wong, 2009).


Etiologi BBLR

Etiologi atau penyebab dari BBLR maupun usia bayi belum sesuai dengan masa gestasinya, yaitu :

a. Komplikasi obstetrik
  • Multipel gestation
  • Incompetence
  • Pro ( premature rupture of membran ) dan kirionitis
  • Pregnancy induce hypertention ( PIH )
  • Plasenta previa
  • Ada riwayat kelahiran prematur

b. Komplikasi medis
  • Diabetes maternal
  • Hipertensi kronis

c. Faktor ibu
  • Penyakit : hal yang berhubungan dengan kehamilan seperti toksemia gravidarum, perdarahan antepartum, trauma fisik dan psikologis, infeksi akut, serta kelainan kardiovaskular.
  • Usia ibu : angka kejadian prematurnitas tertinggi ialah pada usia ibu dibawah 20 tahun dan multi gravida yang jarak kelahirannya terlalu dekat.
  • Keadaan sosial ekonomi : keadaan ini sangat berpengaruh terhadap timbulnya prematuritas, kejadian yang tinggi terdapat pada golongan sosial ekonomi rendah. Hal ini disebabkan oleh keadaan yang kurang baik dan pengawasan antenatal yang kurang.
  • Kondisi ibu saat hamil: peningkatan berat bdan yang tidak adekuat dan ibu yang perokok. (Mitayani, 2009)

Manifestasi Klinik

Secara umum gambaran klinis pada bayi berat badan lahir rendah sebagai berikut:
  1. Berat badan lahir kurang dari 2500 gram, panjang badan≤ 45 Cm, lingkar dada kurang dari 30 Cm, lingkar kepala kurang dari 33 Cm.
  2. Masa gestasi kurang dari 37 minggu.
  3. Penampakan fisik sangat tergantung dari maturitas atau lamanya gestasi; kepala relatif lebih besardari badan, kulit tipis, transparan, banyak lanugo, lemak sub kutan sedikit, osifikasi tengkoraksedikit, ubun-ubun dan sutu lebar, genetalia immatur, otot masih hipotonik sehingga tungkaiabduksi, sendi lutut dan kaki fleksi, dan kepala menghadap satu jurusan.
  4. Lebih banyak tidur daripada bangun, tangis lemah, pernafasan belum teratur dan sering terjadi apnea, refleks menghisap, menelan, dan batuk belum sempurna.
Manifestasi klinis yang lain yaitu :
  1. Berat badan kurang dari 2.500 gram
  2. Kulit tipis, transparan, lanugo banyak, ubun-ubun dan sutura lebar
  3. Genetalia imatur, rambut tipis halus teranyam, elastisitas daun telinga kurang
  4. Tangis lemah, tonus otot leher lemah.
  5. Reflek moro (+), reflek menghisap, menelan, batuk, belum sempurna.
  6. Bila lapar menangis, gelisah, aktifitas bertambah
  7. Tidak tampak bayi menderita infeksi/perdarahan intrakranial
  8. Nafas belum teratur
  9. Pembuluh darah kulit diperut terlihat banyak
  10. Jaringan mamae belum sempurna, putting susu belum terbentuk dengan baik.

Pathway BBLR (Berat Badan Lahir Rendah)

Pathway BBLR Berat Badan Lahir Rendah

Kamis, 15 Januari 2015

Patofisiologi Ileus Obstruksi

Semua peristiwa patofisiologik yang terjadi setelah obstruksi usus adalah sama, tanpa memandang apakah obstruksi tersebut diakibatkan oleh penyebab mekanik atau non mekanik. Perbedaan utama adalah pada obstruksi paralitik peristaltik dihambat dari permulaan, sedangkan pada obstruksi mekanik peristaltik mula-mula diperkuat, kemudian intermitten, dan akhirnya hilang. Sekitar 6-8 liter cairan diekskresikan ke dalam saluran cerna setiap hari. Sebagian besar cairan diasorbsi sebelum mendekati kolon. Perubahan patofisiologi utama pada obstruksi usus adalah adanya lumen usus yang tersumbat, ini menjadi tempat perkembangan bakteri sehingga terjadi akumulasi gas dan cairan (70% dari gas yang tertelan). Akumulasi gas dan cairan dapat terjadi di bagian proksimal atau distal usus. Apabila akumulasi terjadi di daerah distal mengakibatkan terjadinya peningkatan tekanan intra abdomen dan intra lumen. Hal ini dapat meningkatkan terjadinya peningkatan permeabilitas kapiler dan ekstravasasi air dan elektrolit di peritoneal. Dengan peningkatan permeabilitas dan ekstravasasi menimbulkan retensi cairan di usus dan rongga peritoneum mengakibatakan terjadi penurunan sirkulasi dan volume darah. Akumulasi gas dan cairan di bagian proksimal mengakibatkan kolapsnya usus sehingga terjadi distensi abdomen. Terjadi penekanan pada vena mesenterika yang mengakibatkan kegagalan oksigenasi dinding usus sehingga aliran darah ke usus menurun, terjadilah iskemi dan kemudian nekrotik usus. Pada usus yang mengalami nekrotik terjadi peningkatan permeabilitas kapiler dan pelepasan bakteri dan toksin sehingga terjadi perforasi. Dengan adanya perforais akan menyebabkan bakteri akan masuk ke dalam sirkulasi sehingga terjadi sepsis dan peritonitis.
Masalah lain yang timbul dari distensi abdomen adalah penurunan fungsi usus dan peningkatan sekresi sehingga terjadi peminbunan di intra lumen secara progresif yang akan menyebabkan terjadinya retrograde peristaltic sehingga terjadi kehilangan cairan dan elektrolit. Bila hal ini tidak ditangani dapat menyebabkan syok hipovolemik. Kehilangan cairan dan elektrolit yang berlebih berdampak pada penurunanan curah jantung sehingga darah yang dipompakan tidak dapat memenuhi kebutuhan seluruh tubuh sehingga terjadi gangguan perfusi jaringan pada otak, sel dan ginjal. Penurunan perfusi dalam sel menyebabkan terjadinya metabolisme anaerob yang akan meningkatkan asam laktat dan menyebabkan asidosis metabolic. Bila terjadi pada otak akan menyebabkan hipoksia jaringan otak, iskemik dan infark. Bila terjadi pada ginjal akan merangsang pertukaran natrium dan hydrogen di tubulus prksimal dan pelepasan aldosteron, merangsang sekresi hidrogen di nefron bagian distal sehingga terjadi peningaktan reabsorbsi HCO3- dan penurunan kemampuan ginjal untuk membuang HCO3. Hal ini akan menyebabkan terjadinya alkalosis metabolic. (Price &Wilson, 2007)

Anatomi dan Fisiologi Ileus Obstruksi

Ileus Obstruksi

Anatomi

Usus halus membentang dari pylorus hingga katup ileosekal. Panjang usus halus sekitar 12 kaki atau 3,6 meter . usus ini mengisi bagian tengah dan rongga abdomen. Ujung proksimalnya berdiameter sekitar 3,8 cm tetapi makin kebawah garis tengahnya semakin berkurang sampai menjadi sekitar dua cm. usus halus dibagi menjadi duodenum, jejunum dan ileum.

Panjang duedonum sekitar 25 cm mulai dari pylorus sampai jejunum. Pemisahan duodenum dan jejunum ditandai oleh adanya ligamentum treitz yaitu suatu pita muskulo fibrosa yang berperan sebagai Ligamentum Suspensorium (penggantung). Sekitar 2/5 dari usus halus adalah jejunum, Jejunum terletak diregio mid abdominalis sinistra dan ileum terletak di regio mid abdominalis dextra sebelah bawah. Tiga perlima bagian akhir adalah ileum. Masuknya kimus kedalam usus halus diatur oleh spingther pylorus, sedangkan pengeluaran zat yang telah tercerna kedalam usus besar yang diatur oleh katup ileus sekal. Katup illeus sekal juga mencegah terjadinya refluk dari usus besar ke dalam usus halus. Apendik fermivormis yang berbentuk tabung buntu berukuran sebesar jari kelingking terletak pada daerah illeus sekal yaitu pada apeks sekum.
Dinding usus halus terdiri dari empat lapisan dasar yang paling luar dibentuk oleh peritoneum. Peritoneum mempunyai lapisan visceral dan parietal. Ruang yang terletak diantara lapisan-lapisan ini disebut sebagai rongga peritoneum. Omentum memilik lipatan-lipatan yang diberi nama yaitu mesenterium yang merupakan lipatan peritoneum lebar menyerupai kipas yang menggantung jejenum dan ileum dari dinding posterior abdomen, dan memungkinkan usus bergerak dengan leluasa. Omentum majus merupakan lapisan ganda peritoneum yang menggantung dari kurva tura mayor lambung dan berjalan turun kedepan visera abdomen. Omentum biasanya mengandung banyak lemak dan kelenjar limfe yang membantu melindungi peritoneum terhadap infeksi. Omentum minus merupakan lipatan peritoneum yang terbentuk dari kurvatura lambung dan bagian atas duodenum menuju ke hati, membentuk ligamentum suspensorium hepatogastrika dan ligamentum hepatoduodenale .

Usus halus mempunyai dua lapisan lapisan luar terdiri dari serabut serabut longitudinal yang lebih tipis dan lapisan dalam terdiri atas serabut serabut sirkuler. Penataan yang demikian membantu gerakan peristaltic usus halus. Lapisan submukosa terdiri atas jaringan ikat sedangkan lapisan mukosa bagian dalam tebal serta banyak mengandung pembuluh darah dan kelenjar yang berfungsi sebagai absorbsi. Lapisan mukosa dan sub mukosa membentuk lipatan-lipatn sirkuler yang disebut sebgai valvula coniventes atau lipatan kercking yang menonjol kedalam lumen sekitar tiga sampai sepuluh millimeter. Villi merupakan tonjolan-tonjolan mukosa seperti jari-jari yang jumlahnya sekitar 4 atau 5 juta yang terdapat di sepanjang usus halus, dengan panjang 0,5 sampai 1,5 mm. Mikrovilli merupakan tonjolan yang menyerupai jari-jari dengan panjang sekitar 1 mm pada permukaan luar setiap villus. Valvula coni ventes vili dan mikrovilli sama sama-menambah luas permukaan absorbsi hingga 1,6 juta cm2.



Fisiologi

Usus halus memepunyai dua fungsi utama yaitu pencernaan dan absorbsi bahan-bahan nutrisi dan air. Proses pencernaan yaitu proses pemecahan makanan menjadi bentuk yang dapat tercerna melalui kerja berbagai enzim dalam saluran gastrointestinal. Proses pencernaan dimulai dari mulut dan lambung oleh kerja ptyalin, HCL, Pepsin, mucus dan lipase lambung terhadap makanan yang masuk. Proses ini berlanjut dalam duodenum terutama oleh kerja enzim-enzim pancreas yang menghindrolisis karbohidrat, lemak dan protein menjadi zat-zat yang lebih sederhana. Mucus memberikan perlindungan terhadap asam sekeresi empedu dari hati membantu proses pemecahan dengan mengemulsikan lemak. Sehingga memberikan permukaan yang lebih luas bagi kerja lipase pancreas.

Absorbsi adalah pemindahan hasil akhir pencernaaan karbohidrat, lemak dan protein melalui dinding usus kedalam sirkulasi darah dan limfe untuk digunakan oleh sel-sel tubuh. Selain itu juga diabsorbsi air, elektrolit dan vitamin. Walaupun banyak zat yang diabsorbsi disepanjang usus halus namun terdapat tempat tempat absorbsi khusus bagi zat-zat gizi tertentu. Absorbsi gula, asam amino dan lemak hampir selesai pada saat kimus mencapai pertengahan jejunum. Besi dan kalsium sebagian besar diabsorbsi dalam duodenum dan jejunum. Dan absorbsi kalium memerlukan vitamin D, larut dalam lemak (A,D,E,K) diabsorsi dalam duodenum dengan bantuan garan-garam empedu. Sebagian besar vitamin yang larut dalam air diabsorbsi dalam usus halus bagian atas. Absorbsi vitamin B12 berlangsung dalam ileum terminalis melalui mekanisme transport usus yang membutuhkan factor intrinsic lambung. Sebagian asam empedu yang dikeluarkan kantung empedu kedalam duodenum untuk membantu pencernaan lemak akan di reabsorbsi dalam ileum terminalis dan masuk kembali ke hati. Siklus ini disebut sebagai sirkulasi entero hepatic garam empedu, dan sangat penting untuk mempertahankan cadangan empedu.

(Sabara, 2007 dikutip dari (http://www.Files-of-DrsMed.tk)

Rabu, 14 Januari 2015

Diagnosa Keperawatan - Askep AMI (Acute Myocardial Infarction)

Asekp AMI (Acute Myocardial Infarction)
I. Nyeri akut yang b/d ketidak seimbangan suplai darah dan oksigen dengan kebutuhan miokardium.

Tujuannya : terdapat penurunan respon nyeri dada.

Intervensi :

1. Kaji karateristik nyeri, lokasi ,intensitas ,lama dan penyebarannya.
Rasional : variasi penampilan dan perilaku klien karena nyeri terjadi sebagai temuan pengkajian.

2. Kolaborasi pemberian terapi farmakologis antiangina.
Rasional : obat-obatan antiangina bertujuan untuk meningkatkan aliran darah, baik dengan menambah supali oksigen maupun dengan mengurangi kebutuhan miokardium akan oksigen.

3. Kolaborasi pemberian terapi farmakologis trombolitik.
Rasional : trombolitik menghancurkan thrombus dengan mekanisme fibrinolitik, mengubah plasminogen menjadi plasmin yang menghancurkan fibrin dalam bekuan darah.

4. Kolaborasi untuk tindakan terapi nonfarmakologi.
Rasional : kolaborasi apabila tindakan tidak menunjukkan perbaikan atau penurunan nyeri.


II. Actual/risiko tinggi menurunnya curah jantung b/d perubahan frekuensi, irama dan konduksi elektrikal.

Tujuan : tidak terjadi penurunan curah jantung.

Intervensi :

1. Auskultasi TD ,bandingkan kedua lengan ,ukur dalam keadaan berbaring ,duduk , atau berdiri bila memungkinkan.
Rasional : hipotensi dapat terjadi pada disfungsi ventrikel.

2. Evaluasi kualitas dan kesamaan nadi.
Rasional : penurunan curah jantung mengakibatkan penurunan kekuatan nadi.

3. Pantau frekuensi dan irama jantung
Rasional : perubahan frekuensi dan irama jantung menunjukkan komplikasi distritmia.

4. Berikan makanan kecil/mudah dikunyah ,batasi asupan kafein.
Rasional : makanan besar dapat meningkatkan karja miokarsium. Kafein dapat merangsang langsung ke jantung ,sehingga meningkatkan frekuensi jantung.


III. Actual/ risiko tinggi pola nafas tidak efektif yang b/d pengembangan paru tidak optimal, kelebihan cairan di paru sekunder edema paru akut.

Tujuan : tidak terjadi perubahan pola nafas.

Intervensi :

1. Auskultasi bunyi nafas.
Rasional : indikasi edema paru sekunder akibat dekopensasi jantung.

2. Kaji adanya edema.
Rasional : curiga gagal kongestif/kelebihan volume cairan.

3. Ukur intake dan input klien
Rasional : penurunan curah jantung mengakibatkan gangguan perfusi ginjal, retensi natrium/air dan penurunan keluarnya urin.

4. Timbang berat badan.
Rasional : perubahan tiba-tiba dari berat badan menunjukkan gangguan keseimbangan cairan.

5. Pertahankan pemasukan total cairan 2.000 ml/24 jam dalam toleransi kardiovaskuler.
Rasional : memenuhi kebutuhan cairan tubuh orang dewasa, tetapi memerlukan pembatasan dengan adanya dekopensasi jantung.



IV. Actual/risiko tinggi gangguan perfusi yang b/d menueunnya curah jantung.

Tujuan : perfusi perifer meningkat.

Intervensi :

1. Auskultasi TD. Bandingkan kedua lengan, ukur dalam keadaan berbaring, duduk atau berdiri bila mampu.
Rasional : hipotensi dapat terjadi sampai dengan disfungsi ventrikel.

2. Kaji status mental klien secara teratur.
Rasional : mengetahui darajat hipoksia pada otak.

3. Kaji warna kulit, suhu, sianosis, nadi perifer dan diaphoresis secara teratur.
Rasional : mengetahui derajat hiposekmia dan peningkatan tahanan perifer.

4. Kajiadanya kongesti hepar pada abdomen kanan atas.
Rasional : sebagai gagal jantung kanan. Jika berat, akan ditemukan adanya tanda kengestif.

5. Catat murmur.
Rasional : menunjukkan gangguan aliran darah jantung, (kelainan katup, kerusakan septum, atau fibrasi otot kapiler).



V. Intoleransi aktivitas yang b/d penurunan perfusi perifer sekunder dari ketidakseimbangan antara suplai oksigen dengan kebutuhan.

Tujuan : akticitas klien mengalami peningkatan.

Intervensi :

1. Catat frekuensi jantung ,irama ,dan perubahan tekanan darah selama dan sesudah aktivitas
Rasional : respons klien terhadap aktivitas dapat mengindikasikan penurunan oksigen miokardum.

2. Tingkat istirahat, batasi aktivitas, dan berikan aktivitas senggang yang tidak berat.
Rasional : menurunkan kerja miokardium /konsumsi oksigen.

3. Anjurkan untuk menghindari peningkatan tekanan abdomen, misalnya mengejan saat defekasi.
Rasional : dengan mengejan dapat mengakibatkan bradikardi, menurunkan curah jantung dan takikardia, serta peningkatan TD.

4. Jelaskan pola peningkatan bertahap dari tingkat aktivitas. Contoh : bangun dari tempat tidur bila tak ada rasa nyeri, ambulasi, dan istirahat selama 1 jam setelah makan.
Rasional : aktivitas yang maju memberikan control jantung, meningkatkan regangan dan mencegah aktivitas berlebihan.

5. Rujuk ke program rehabilitas jantung.
Rasional : meningkatkan jumlah oksigen yang ada untuk peningkatan miokardium sekaligus mengurangi ketidaknyamanan karena iskemia.


VI. Cemas yang b/d rasa takut akan kematian, ancaman,atau perubahan kesehatan.

Tujuan : kecemasan klien berkurang.

Intervensi :

1. Bantu klien mengekspresikan perasaan marah,kehilangan, dan takut.
Rasionala : cemas berkelanjutan memberikan dampak serangan jantung selanjutnya.

2. Kaji tanda verbal dan nonverbal kecemasan, serta damping klien dan lakukan tindakan bila menunjukkan perilaku merusak.
Rasional : reaksi verbal /nonverbal dapat menunjukkan rasa agitasi, marah, dan gelisah.

3. Hindari konfrontasi.
Rasional : konfrontasi dapat meningkatkan rasa marah, menunjukkan kerjasama, mungkin memperlambat penyembuhan.

4. Orientasikan klien terhadap prosedur rutin dan aktivitas yang diharapkan.
Rasional : orientasi dapat meurunkan kecemasan.

5. Kolaborasi :berikan anticemas sesuai indikasi contohnya diazepam.
Rasional : meningkatkan relaksasi dan menurunkan kecemasan.


VII. Koping individu tidak efektif yang b/d prognogsis penyakit, gambaran diri yang salah, dan perubahan peran.

Tujuan : klien mampu mengembangkan koping yang positif.

Intervensi :

1. Kaji perubahan dari gangguan persepsi dan hubungan dengan derajat ketidakmampuan.
Rasional : menentukan bantuan individual dalam menyusun rencana perawatan atau pemilihan intervensi.

2. Identifikasi arti dari kehilangan atau disfungsi klien.
Rasional : beberapa kien dapat menerima dan mengeatur perubahan fungsi secara efektif dengan sedikit penyesuaian diri. sedangkan yang lain mempunyai kesulitan membandingkan mengenal dan mengatur kekurangan.

3. Anjurkan klien untuk mengeksoresikan perasaan, termaksud permusuhan dan kemarahan.
Rasional : menunjukkan penerimaan, membantu klien untuk mengenal dan mulai menyesuaikan dengan perasaan tersebut.

4. Dukung perilaku atau usaha klien seperti peningkatan minat atau partisipasi dalam aktivitas rehabilitas.
Rasional : klien dapat beradaptasi terhadap perubahan dan pengertian tentang peran individu pada masa mendatang.

5. Pantau gangguan tidur peningkatan kesulitan kosentrasi ,latergi ,dan menarik diri.
Rasional : dapat mengindikasikan terjadinya depresi .umumnya terjadi sebagai pengaruh dari stroke dimana memerlukan intervensi dan evaluasi lebih lanjur.


VIII. Risiko kekambuhan yang b/d ketidakpatuhan terhadap peraturan terapeutik tidak mau menerima perubahan pola hidup yang sesuai.

Tujuan : klien mengenal factor-faktor yang menyebabkan peningkatan risiko kekambuhan .
Intervensinya :

1. Identifikasi factor yang mendukung pelaksanaan terapeutik.
Rasional : keluarga terdekat apakah suami/istri atau anak yang mampu mendapat penjelasan dan menjadi pengawas klien dalam manjalankan pola hidup yang efektif selama klien dirumah dan memiliki waktu yang optimal dalam menjaga klien.

2. Berikan penjelasan penatalaksanaan terapeutik lanjutan.
Rasional : setelah mengalami serangan jantung akut ,perawat perlu menjelaskan lanjutan dengan tujuan dapat; membatasi ukuran infark, menurunkan nyeri dan kecemasan aritmia dan komplikasi.

3. Beri dukungan secara psikologis.
Rasional : dapat mampu meningkatkan motivasi klien dalam mematuhi apa yang telah debarikan penjelasan.

Tanda dan Gejala AMI (Acute Myocardial Infarction)

Keluhan yang khas ialah nyeri dada retrosternal, seperti diremas-remas, ditekan, ditusuk, panas atau ditindih barang berat. Nyeri dapat menjalar ke lengan (umumnya kiri), bahu, leher, rahang bahkan ke punggung dan epigastrium. Nyeri berlangsung lebih lama dari angina pectoris dan tak responsif terhadap nitrogliserin. Kadang-kadang, terutama pada pasien diabetes dan orang tua, tidak ditemukan nyeri sama sekali. Nyeri dapat disertai perasaan mual, muntah, sesak, pusing, keringat dingin, berdebar-debar atau sinkope. Pasien sering tampak ketakutan. Walaupun IMA dapat merupakan manifestasi pertama penyakit jantung koroner namun bila anamnesis dilakukan teliti hal ini sering sebenarnya sudah didahului keluhan-keluhan angina, perasaan tidak enak di dada atau epigastrium.

Kelainan pada pemeriksaan fisik tidak ada yang spesifik dan dapat normal. Dapat ditemui BJ yakni S2 yang pecah, paradoksal dan irama gallop. Adanya krepitasi basal menunjukkan adanya bendungan paru-paru. Takikardia, kulit yang pucat, dingin dan hipotensi ditemukan pada kasus yang relatif lebih berat, kadang-kadang ditemukan pulsasi diskinetik yang tampak atau berada di dinding dada pada IMA inferior.


Walaupun sebagian individu tidak memperlihatkan tanda-tanda jelas Infark Miokard, biasanya timbul manifestasi kllimais antara lain:
  • Nyeri dada mendadak.
  • Mual dan muntah.
  • Perasaan lemas.
  • Kulit dingin dan pucat.
  • Penurunan pengeluaran urine.
  • Takitardia akibat peningkatan.
  • Stimulasi simpatis jantung.
  • Cemas.
  • Nyeri dapat menjalar ke lengan (umumnya ke kiri), bahu, leher, rahang, bahkan ke punggungg dan epigastrium.
  • Nyeri berlangsung lebih lama dari angina pectoris biasa dan tidak responsive terhadap nitrogliserin.
Setiap orang yang mengalami serangan jantung akan merasakan keluhan yang tentunya berbeda,Namun umumnya seseorang akan merasakan beberapa hal spesifik seperti :
  1. Nyeri dada, dimana otot kekurangan suplay darah (disebut kondisi iskemi) yang berdampak kebutuhan oxygen oleh otot berkurang. Akibatnya terjadi metabolisme yang berlebihan menyebabkan kram atau kejang. Nyeri dirasakan di dada bagian tengah, dapat menyebar kebagian belakang dada, kebagian pangkal kiri leher dan bahu hingga lengan atas tangan kiri. Beberapa pasien mungkin mengalami nyeri dibagian atas perut (pangkal tulang iga tengah bahkan bagian lambung), dimana nyeri lebih hebat dan tak hilang meski diistirahatkan atau diberi obat nyeri jantung (Nitroglycerin). Inilah yang dinamakan Angina, penderita merasakan gelisah dengan sesak di dada dan seperti merasa dada diremas-remas. Beratnya nyeri setiap orang berbeda, bahkan beberapa orang yang mengalami suplay darah jantung berkurang merekle tidak merasakan apa-apa.
  2. Sesak nafas, Biasanya dirasakan oleh orang yang mengalami gagal jantung. Sesak merupakan akibat dari masuknya cairan ke dalam rongga udara di paru-paru (kongesti pulmoner atau edema pulmoner).
  3. Kelelahan atau kepenatan, Adanya kelainan jantung dapat menimbulkan pemompaan jantung yang tidak maksimal. Akibatnya suplay darah ke otot tubuh disaat melakukan aktivitas akan berkurang, Hal ini menyebabkan penderita merasa lemah dan lelah. Gejala seperti ini bersifat ringan, penderita hanya berusaha mengurangi aktivitasnya dan menganggap bahwa itu merupakan proses penuaan saja.
  4. Adanya perasaan berdebar-debar (palpitasi)
  5. Pusing dan pingsan, Hal ini dapat merupakan gejala awal dari penderita penyakit serangan jantung. Dimana penurunan aliran darah karena denyut atau irama jantung yang abnormal atau karena kemampuan memompa yang buruk, bisa menyebabkan pusing dan pingsan.
  6. Kebiru-biruan pada bibir, jari tangan dan kaki sebagai tanda aliran darah yang kurang adekuat keseluruh tubuh.
  7. Keringat dingin secara mendadak, dan lainnya seperti mual dan perasaan cemas.

Tanda serangan jantung :
  1. Rasa tertekan (serasa ditimpa beban, sakit, terjepit dan terbakar) yang menyebabkan sesak napas dan tercekik di leher.
  2. Rasa sakit ini bisa menjalar ke lengan kiri,leher dan punggung.
  3. Rasa sakitnya bisa berlangsung sekitar 15-20 menit dan terjadi secara terus menerus.
  4. Timbul keringat dingin, tubuh lemah, jantung berdebar dan bahkan hingga pingsan.
  5. Rasa sakit ini bisa berkurang saat sedang istirahat, tapi akan bertambah berat jika sedang beraktivitas.

Anatomi dan Fisiologi System Hematology


System hematology tersusun atas darah dan tempat darah diproduksi,termasuk sumsum tulang dan nodus limfa. Darah adalah organ khusus yang berbeda dengan organ lain karena berbentuk cairan. Darah adalah suspensi dari partikel dalam larutan koloid cair yang mengandung elektrolit. Peranannya sebagai medium pertukaran antara sel-sel yang terfiksasi dalam tubuh dan lingkungan luar serta memiliki sifat-sifat protektif terhadap organisme sebagai suatu keseluruhan dan khususnya terhadapdarahnya sendiri.
Unsur seluler darah terdiri dari sel darah merah (eritrosit), beberapa jenis sel darah putih (leukosit), dan pecahan sel yang disebut trombosit.

1. Sumsum Tulang
Sumsum tulang menempati bagian dalam tulang spons dan bagian tengah rongga tulang panjang. Sumsum merupakan 4% dari 5% berat badan total, sehingga merupakan yang peling besar dalam tubuh. Sumsum biasa berwarna merah atau kuning.
Sumsum merah merupakan tempat diproduksi sel darah merah aktif dan merupakan organ hematopoetik (penghasil darah) utama. Sedang sumsum kuning, tersusun utama oleh lemak dan tidak aktif dalam produksi elemen darah.


2. Eritrosit
Sel darah merah atau eritrosit adalah merupakan cakram bikonkaf yang tidak berinti yang kira-kira berdiameter 8 m, tebal bagian tepi 2 m pada bagian tengah tebalnya hanya 1 m atau kurang. Karena sel itu lunak dan lentur maka dalam perjalanannya melalui mikrosirkulasi konfigurasinya berubah.
Stroma bagian luar yang mengandung protein terdiri dari antigen kelompok A dan B serta factor Rh yang menetukan golongandarah seseorang. Komponen utama sel darah merah adalah protein hemoglobin (Hb) yang mengangkut O2 dan CO2 dan mempertahan Ph normal melalui serangkaian dapat intra seluler. Molekul-molekul Hb terdiri dari 2 pasang rantai polipeptida (globin) dan 4 gugus hem, masing masing mengandung atom besi.konfigurasi ini memungkinkan pertukaran gas yang sangat sempurnah pembentukan hemoglobin terjadi pada sumsum tulang melalui semua stadium pematangan sel darah merah memasuki sirkulasi sebagai retikolosit dari sumsum tulang. Retikolosit adalah stadium terakhir dari sel darah merah yang belum matang dan mengandung jala dan serat serat reticular.jumlah kecil hemoglobin masih di hasilkan selama 24 sampai 48 pematangan.retikulum kemudian larut dan menjadi sel darah merah yang matang.

3. Leukosit (sel darah putih)
Leukosit merupakan unit yang mobil/aktif dari system pertahanan tubuh.leukosit sebagian terbentuk dari sumsum tulang (granulosit dan monosit serta sedikit limfosit) dan sebagian lagi di bagian limfe (limfosit limfe dan sel-sel plasma).
Setelah dibentuk, sel-sel ini diangkut dalam darah menuju bagian tubuh untuk di gunakan. Manfaat sesungguhnya dari sel darah putih ialah bahwa kebanyakan di transport secara khusus ke daerah yang terinfeksi dan mengalami peradangan yang serius, jadi menyediakan pertahanan yang cepat dan terhadap bahan infeksius yang mungkin ada. Ada 6 macam sel darah putih yang ditemukan secara normal di temukan dalam darah. Keenam sel tersebut ialah netrofil polimorfonuklir, eosinofil polimorfonuklir, basofil polimorfonuklir, monosit, limfosit, dan kadang-kadang sel plasma. Selain itu terdapat juga sejumlah besar trombosit, yang merupakan pecahan dari tipe ketujuh sel darah putih yang dijumpai dalam sumsum tulang, yakni megakariosit. Ketiga tipe dari sel, yaitu sel polimorfonuklir, selurunya memiliki gambaran granular, karena alas an itu mereka disebut grnulosit atau dalam terminology klinis disebut “poli” karena intinya multiple.
Granulosit dan monosit melindungi tubuh terhadap organisme penyerang utama dengan cara mencernakannya yaitu melalui fogositosi,. Fungsi utama limfosit dan sel-sel plasma berhubungan dengan sisterm imun.

4. Trombosit
Trombosit merupakan partikel kecil, berdiameter 2 sampai 4 jam, yang terdapat pada sirkulasi plasma darah. Karena dapat mengalami disintegritas cepat dan mudah, jumlahnya selalu berubah antara 150.000 dan 450.000 per mm3 darah, tergantung jumlah yang dihasilkan, bagaiman digunakan, dan kecepatan kerusakan. Dibentuk oleh fragmentasi sel raksasa sumsum tulang, yang disebut megakariosit. Produksi trombosit diatur oleh trombopotein.
Trombosit berperan penting dalam mengontrol perdarahan. Apabila terjadi perdarahan cedera vascular, trombosit mengumpul pada tempat cedera tersebut.subtanti yang dilepaskan dari granula trombosit dan sel darah lainnya menyebabkan trombosit menempel satu sama lain dan membentuk tambalan atau sumbatan, yang sementara menghentikan pendarahan. Subtansi lain dilepaskan dari trombosit untuk mengaktifasi factor pembekuan dalam plasma darah.

5. Plasma Darah
Apabila elemen seluler diambil dari darah, bagian cairan yang tersisa dinamakan plasma darah. Plasma darah mengandung ion, protein, dan zat lain. Apabila plasma dibiarkan membeku, sisa cairan yang tertinggal dinamakan serum. Serum mempunyai kandungan yang sama dengan plasma, kecuali kandungan fibrinogen dan beberapa factor pembekuan.
Protein plasma tersusun terutama oleh albumin dan globulin. Globulin tersusun atas fraksi alfa, beta, dan gama yang dapat dilihat dengan uji llaboraturium yang dinamakan elektroforesis protein. Masing-masing kelompok disusun oleh protein tertentu.
Gama globulin yang tersusun terutama oleh antibody dinamakn imunoglobilin. Protein ini dihasilkan limfosit dan sel plasma. Protein plasma yang berperan penting dalam fraksi alfa dan beta adalah globulin transpor dan factor pembekuan yang dibentuk dihati. Globulin transpor membawa berbagi zat dalam terikat sepanjang sirkulasi. Misalnya tiroid terikat globulin, membawa tiroksin, dan transferin membawa besi. Factor pembekuan, termasuk fibrinogen, tetap dalam keadaan tidak aktif dalam plasma darah sampai diaktivasi pada reaksi taha-tahap pembekuan.
Albumin terutama penting untuk pemeliharaan volume cairan dalam system vascular. Dinding kapiler tidak permeable terhadap albumin, sehingga keberadaannya dalam plasma menciptakan gaya onkotik yang menjaga cairan dalam rongga vascular. Albumin yang dihasilkan oleh hati, memiliki kapasitas mengikat berbagai zat yang ada dalam plasma. Dalam hal ini, albumin berfungsi sebagai protein transpor untuk logam, asam lemak, bilirubin, dan obat-obatan di antara zat lainnya.

Sabtu, 10 Januari 2015

Diagnosa Keperawatan - Askep Hipertensi


Diagnosa Keperawatan Hipertensi

1. Resiko tinggi terhadap penurunan curah jantung berhubungan dengan peningkatan afterload, vasokonstriksi, hipertrofi/rigiditas ventrikuler, iskemia miokard.


NOC :
  • Cardiac Pump effectiveness
  • Circulation Status
  • Vital Sign Status
Kriteria Hasil:
  • Tanda Vital dalam rentang normal (Tekanan darah, Nadi, respirasi)
  • Dapat mentoleransi aktivitas, tidak ada kelelahan
  • Tidak ada edema paru, perifer, dan tidak ada asites
  • Tidak ada penurunan kesadaran



NIC :

Cardiac Care
  • Evaluasi adanya nyeri dada ( intensitas,lokasi, durasi)
  • Catat adanya disritmia jantung
  • Catat adanya tanda dan gejala penurunan cardiac putput
  • Monitor status kardiovaskuler
  • Monitor status pernafasan yang menandakan gagal jantung
  • Monitor abdomen sebagai indicator penurunan perfusi
  • Monitor balance cairan
  • Monitor adanya perubahan tekanan darah
  • Monitor respon pasien terhadap efek pengobatan antiaritmia
  • Atur periode latihan dan istirahat untuk menghindari kelelahan
  • Monitor toleransi aktivitas pasien
  • Monitor adanya dyspneu, fatigue, tekipneu dan ortopneu
  • Anjurkan untuk menurunkan stress


Vital Sign Monitoring
  • Monitor TD, nadi, suhu, dan RR
  • Catat adanya fluktuasi tekanan darah
  • Monitor VS saat pasien berbaring, duduk, atau berdiri
  • Auskultasi TD pada kedua lengan dan bandingkan
  • Monitor TD, nadi, RR, sebelum, selama, dan setelah aktivitas
  • Monitor kualitas dari nadi
  • Monitor adanya pulsus paradoksus
  • Monitor adanya pulsus alterans
  • Monitor jumlah dan irama jantung
  • Monitor bunyi jantung
  • Monitor frekuensi dan irama pernapasan
  • Monitor suara paru
  • Monitor pola pernapasan abnormal
  • Monitor suhu, warna, dan kelembaban kulit
  • Monitor sianosis perifer
  • Monitor adanya cushing triad (tekanan nadi yang melebar, bradikardi, peningkatan sistolik)
  • Identifikasi penyebab dari perubahan vital sign

2. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan, ketidakseimbangan suplai dan kebutuhan oksigen.

NOC :
  • Energy conservation
  • Self Care : ADLs
Kriteria Hasil :
  • Berpartisipasi dalam aktivitas fisik tanpa disertai peningkatan tekanan darah, nadi dan RR
  • Mampu melakukan aktivitas sehari hari (ADLs) secara mandiri

NIC :

Energy Management
  • Observasi adanya pembatasan klien dalam melakukan aktivitas
  • Dorong anal untuk mengungkapkan perasaan terhadap keterbatasan
  • Kaji adanya factor yang menyebabkan kelelahan
  • Monitor nutrisi dan sumber energi tangadekuat
  • Monitor pasien akan adanya kelelahan fisik dan emosi secara berlebihan
  • Monitor respon kardivaskuler terhadap aktivitas
  • Monitor pola tidur dan lamanya tidur/istirahat pasien
Activity Therapy
  • Kolaborasikan dengan Tenaga Rehabilitasi Medik dalammerencanakan progran terapi yang tepat.
  • Bantu klien untuk mengidentifikasi aktivitas yang mampu dilakukan
  • Bantu untuk memilih aktivitas konsisten yangsesuai dengan kemampuan fisik, psikologi dan social
  • Bantu untuk mengidentifikasi dan mendapatkan sumber yang diperlukan untuk aktivitas yang diinginkan
  • Bantu untuk mendpatkan alat bantuan aktivitas seperti kursi roda, krek
  • Bantu untu mengidentifikasi aktivitas yang disukai
  • Bantu klien untuk membuat jadwal latihan diwaktu luang
  • Bantu pasien/keluarga untuk mengidentifikasi kekurangan dalam beraktivitas
  • Sediakan penguatan positif bagi yang aktif beraktivitas
  • Bantu pasien untuk mengembangkan motivasi diri dan penguatan
  • Monitor respon fisik, emoi, social dan spiritual

3. Nyeri akut berhubungan dengan peningkatan tekanan vaskuler serebral.

NOC :
  • Pain Level,
  • Pain control,
  • Comfort level
Kriteria Hasil :
  • Mampu mengontrol nyeri (tahu penyebab nyeri, mampu menggunakan tehnik nonfarmakologi untuk mengurangi nyeri, mencari bantuan)
  • Melaporkan bahwa nyeri berkurang dengan menggunakan manajemen nyeri
  • Mampu mengenali nyeri (skala, intensitas, frekuensi dan tanda nyeri)
  • Menyatakan rasa nyaman setelah nyeri berkurang
  • Tanda vital dalam rentang normal


NIC :

Pain Management
  • Lakukan pengkajian nyeri secara komprehensif termasuk lokasi, karakteristik, durasi, frekuensi, kualitas dan faktor presipitasi
  • Observasi reaksi nonverbal dari ketidaknyamanan
  • Gunakan teknik komunikasi terapeutik untuk mengetahui pengalaman nyeri pasien
  • Kaji kultur yang mempengaruhi respon nyeri
  • Evaluasi pengalaman nyeri masa lampau
  • Evaluasi bersama pasien dan tim kesehatan lain tentang ketidakefektifan kontrol nyeri masa lampau
  • Bantu pasien dan keluarga untuk mencari dan menemukan dukungan
  • Kontrol lingkungan yang dapat mempengaruhi nyeri seperti suhu ruangan, pencahayaan dan kebisingan
  • Kurangi faktor presipitasi nyeri
  • Pilih dan lakukan penanganan nyeri (farmakologi, non farmakologi dan inter personal)
  • Kaji tipe dan sumber nyeri untuk menentukan intervensi
  • Ajarkan tentang teknik non farmakologi
  • Berikan analgetik untuk mengurangi nyeri
  • Evaluasi keefektifan kontrol nyeri
  • Tingkatkan istirahat
  • Kolaborasikan dengan dokter jika ada keluhan dan tindakan nyeri tidak berhasil
  • Monitor penerimaan pasien tentang manajemen nyeri
Analgesic Administration
  • Tentukan lokasi, karakteristik, kualitas, dan derajat nyeri sebelum pemberian obat
  • Cek instruksi dokter tentang jenis obat, dosis, dan frekuensi
  • Cek riwayat alergi
  • Pilih analgesik yang diperlukan atau kombinasi dari analgesik ketika pemberian lebih dari satu
  • Tentukan pilihan analgesik tergantung tipe dan beratnya nyeri
  • Tentukan analgesik pilihan, rute pemberian, dan dosis optimal
  • Pilih rute pemberian secara IV, IM untuk pengobatan nyeri secara teratur
  • Monitor vital sign sebelum dan sesudah pemberian analgesik pertama kali
  • Berikan analgesik tepat waktu terutama saat nyeri hebat
  • Evaluasi efektivitas analgesik, tanda dan gejala (efek samping)

4. Cemas berhubungan dengan krisis situasional sekunder adanya hipertensi yang diderita klien

NOC
  • Anxiety Control
  • Coping
  • Vital Sign Status
Kriteria Hasil :
  • Menunjukan teknik untuk mengontrol cemas รจ teknik nafas dalam
    Postur tubuh pasien rileks dan ekspresi wajah tidak tegang
    Mengungkapkan cemas berkurang
    TTV dbn
    TD = 110-130/ 70-80 mmHg
    RR = 14 – 24 x/ menit
    N = 60 -100 x/ menit
    S = 365 – 375 0C

NIC

Anxiety Reduction
  • Gunakan pendekatan yang menenangkan
  • Nyatakan dengan jelas harapan terhadap pelaku pasien
  • Jelaskan semua prosedur dan apa yang dirasakan selama prosedur
  • Temani pasien untuk memberikan keamanan dan mengurangi takut
  • Berikan informasi faktual mengenai diagnosis, tindakan prognosis
  • Dorong keluarga untuk menemani anak
  • Lakukan back / neck rub
  • Dengarkan dengan penuh perhatian
  • Identifikasi tingkat kecemasan
  • Bantu pasien mengenal situasi yang menimbulkan kecemasan
  • Dorong pasien untuk mengungkapkan perasaan, ketakutan, persepsi
  • Instruksikan pasien menggunakan teknik relaksasi
  • Barikan obat untuk mengurangi kecemasan

5. Kurang pengetahuan berhubungan dengan kurangnya informasi tentang proses penyakit

NOC :
  • Kowlwdge : disease process
  • Kowledge : health Behavior
Kriteria Hasil :
  • Pasien dan keluarga menyatakan pemahaman tentang penyakit, kondisi, prognosis dan program pengobatan
  • Pasien dan keluarga mampu melaksanakan prosedur yang dijelaskan secara benar
  • Pasien dan keluarga mampu menjelaskan kembali apa yang dijelaskan perawat/tim kesehatan lainnya.


NIC :

Teaching : disease Process
  • Berikan penilaian tentang tingkat pengetahuan pasien tentang proses penyakit yang spesifik
  • Jelaskan patofisiologi dari penyakit dan bagaimana hal ini berhubungan dengan anatomi dan fisiologi, dengan cara yang tepat.
  • Gambarkan tanda dan gejala yang biasa muncul pada penyakit, dengan cara yang tepat
  • Gambarkan proses penyakit, dengan cara yang tepat
  • Identifikasi kemungkinan penyebab, dengna cara yang tepat
  • Sediakan informasi pada pasien tentang kondisi, dengan cara yang tepat
  • Hindari harapan yang kosong
  • Sediakan bagi keluarga atau SO informasi tentang kemajuan pasien dengan cara yang tepat
  • Diskusikan perubahan gaya hidup yang mungkin diperlukan untuk mencegah komplikasi di masa yang akan datang dan atau proses pengontrolan penyakit
  • Diskusikan pilihan terapi atau penanganan
  • Dukung pasien untuk mengeksplorasi atau mendapatkan second opinion dengan cara yang tepat atau diindikasikan
  • Eksplorasi kemungkinan sumber atau dukungan, dengan cara yang tepat
  • Rujuk pasien pada grup atau agensi di komunitas lokal, dengan cara yang tepat
  • Instruksikan pasien mengenai tanda dan gejala untuk melaporkan pada pemberi perawatan kesehatan, dengan cara yang tepat


DAFTAR PUSTAKA

Doengoes, Marilynn E. 2000. Rencana Asuhan Keperawatan : Pedoman untuk Perencanaan dan Pendokumentasian Perawatan pasien, Jakarta, Penerbit Buku Kedokteran, EGC,

Johnson, M., et all. 2000. Nursing Outcomes Classification (NOC) Second Edition. New Jersey: Upper Saddle River
Mc Closkey, C.J., et all. 1996. Nursing Interventions Classification (NIC) Second Edition. New Jersey: Upper Saddle River
Santosa, Budi. 2007. Panduan Diagnosa Keperawatan NANDA 2005-2006. Jakarta: Prima Medika
http://lpkeperawatan.blogspot.com/2013/11/laporan-pendahuluan-hipertensi.html#.VLFn-clxLCN