Jumat, 28 Februari 2014

Penyebab Aterosklerosis

Aterosklerosis bermula ketika sel darah putih yang disebut monosit, pindah dari aliran darah ke dalam dinding arteri dan diubah menjadi sel-sel yang mengumpulkan bahan-bahan lemak. Pada saatnya, monosit yang terisi lemak ini akan terkumpul, menyebabkan bercak penebalan di lapisan dalam arteri.
Setiap daerah penebalan yang biasa disebut plak aterosklerotik atau ateroma, terisi dengan bahan lembut seperti keju yang mengandung sejumlah bahan lemak, terutama kolesterol, sel-sel otot polos dan sel-sel jaringan ikat. Ateroma bisa tersebar di dalam arteri sedang dan juga arteri besar, tetapi biasanya mereka terbentuk di daerah percabangan, mungkin karena turbulensi di daerah ini menyebabkan cedera pada dinding arteri, sehingga disini lebih mudah terbentuk ateroma.

Arteri yang terkena aterosklerosis akan kehilangan kelenturannya dan karena ateroma terus tumbuh, maka arteri akan menyempit. Lama-lama ateroma mengumpulkan endapan kalsium, sehingga ateroma menjadi rapuh dan bisa pecah. Dan kemudian darah bisa masuk ke dalam ateroma yang telah pecah, sehingga ateroma akan menjadi lebih besar dan lebih mempersempit arteri.
Ateroma yang pecah juga bisa menumpahkan kandungan lemaknya dan memicu pembentukan bekuan darah atau trombus. Selanjutnya bekuan ini akan mempersempit bahkan menyumbat arteri, dan bekuan darah tersebut akan terlepas dan mengalir bersama aliran darah sehingga menyebabkan sumbatan di tempat lain (emboli).

Ada 7 resiko terjadinya peningkatan aterosklerosis yaitu:
  1. Tekanan darah tinggi
  2. Kadar kolesterol tinggi
  3. Perokok
  4. Diabetes (kencing manis)
  5. Kegemukan (obesitas)
  6. Malas berolah raga
  7. Usia lanjut

Pria memiliki resiko lebih tinggi dari wanita. Penderita penyakit keturunan homosistinuria memiliki ateroma yang meluas, terutama pada usia muda. Penyakit ini mengenai banyak arteri tetapi tidak selalu mengenai arteri koroner (arteri yang menuju ke jantung). Sebaliknya, pada penyakit keturunan hiperkolesterolemia familial, kadar kolesterol yang sangat tinggi menyebabkan terbentuknya ateroma yang lebih banyak di dalam arteri koroner dibandingkan arteri lainnya.

Rabu, 05 Februari 2014

Patofisiologi Gastritis

Terdapat gangguan keseimbangan faktor agresif dan faktor defensif yang berperan dalam menimbulkan lesi pada mukosa. Untuk lebih detailnya akan dijelaskan patofisiologi gastritis (Akut dan Kronis), sebagai berikut :
Obat-obatan, alkohol, garam empedu atau enzim-enzim pankreas dapat merusak mukosa lambung (gastritis erosif), mengganggu pertahanan mukosa lambung dan memungkinkan difusi kembali asam dan pepsin ke dalam jaringan lambung, hal ini menimbulkan peradangan. Respon mukosa lambung terhadap kebanyakan penyebab iritasi tersebut adalah dengan regenerasi mukosa, karena itu gangguan-gangguan tersebut seringkali menghilang dengan sendirinya.

Dengan iritasi yang terus menerus, jaringan menjadi meradang dan dapat terjadi perdarahan. Masuknya zat-zat seperti asam dan basa kuat yang bersifat korosif mengakibatkan peradangan dan nekrosis pada dinding lambung (gastritis korosif). Nekrosis dapat mengakibatkan perforasi dinding lambung dengan akibat berikutnya perdarahan dan peritonitis.

Gastritis kronis dapat menimbulkan keadaan atropi kelenjar-kelenjar lambung dan keadaan mukosa terdapat bercak-bercak penebalan berwarna abu-abu atau abu-abu kehijauan (gastitis atropik). Hilangnya mukosa lambung akhirnya akan mengakibatkan berkurangnya sekresi lambung dan timbulnya anemia pernisiosa.
Gastritis atropik boleh jadi merupakan pendahuluan untuk karsinoma lambung. Gastritis kronis dapat pula terjadi bersamaan dengan ulkus peptikum atau mungkin terjadi setelah tindakan gastroyeyunostomi.
Gastritis kronis dapat diklasifikasikan tipe A atau tipe B. Tipe A (sering disebut sebagai gastritis autoimun) diakibatkan dari perubahan sel parietal, yang menimbulkan atropi dan infiltrasi sel. Hal ini dihubungkan dengan penyakit otoimun, seperti anemia pernisiosa dan terjadi pada fundus atau korpus dari lambung.
Tipe B (kadang disebut sebagai gastritis H. pylory) Ini dihubungkan dengan bakteri H. pylory, faktor diet seperti minum panas atau pedas, penggunaan obat-obatan dan alkohol, merokok atau refluks isi usus kedalam lambung.

Patofisiologi Kejang Demam

Sumber energi otak adalah glukosa yang melalui proses oksidasi dipecah menjadi CO2 dan air. Sel dikelilingi oleh membran yang terdiri dari permukaan dalam yaitu lipoid dan permukaan luar yaitu ionik. Dalam keadaan normal membran sel neuron dapat dilalui dengan mudah oleh ion kalium (K+) dan sangat sulit dilalui oleh ion natrium (Na+) dan elektrolit lainnya, kecuali ion klorida (Cl-). Akibatnya konsentrasi ion K+ dalam sel neuron tinggi dan konsentrasi Na+ rendah, sedang di luar sel neuron terdapat keadaan sebaliknya. Karena perbedaan jenis dan konsentrasi ion di dalam dan di luar sel, maka terdapat perbedaan potensial membran yang disebut potensial membran dari neuron. Untuk menjaga keseimbangan potensial membran diperlukan energi dan bantuan enzim Na-K ATP-ase yang terdapat pada permukaan sel

Keseimbangan potensial membran ini dapat diubah oleh :
  • Perubahan konsentrasi ion di ruang ekstraselular
  • Rangsangan yang datang mendadak misalnya mekanisme, kimiawi atau aliran listrik dari sekitarnya
  • Perubahan patofisiologi dari membran sendiri karena penyakit atau keturunan
Pada keadaan demam kenaikan suhu 1oC akan mengakibatkan kenaikan metabolisme basal 10-15 % dan kebutuhan oksigen akan meningkat 20%. Pada anak 3 tahun sirkulasi otak mencapai 65 % dari seluruh tubuh dibandingkan dengan orang dewasa yang hanya 15 %. Oleh karena itu kenaikan suhu tubuh dapat mengubah keseimbangan dari membran sel neuron dan dalam waktu yang singkat terjadi difusi dari ion kalium maupun ion natrium akibat terjadinya lepas muatan listrik. Lepas muatan listrik ini demikian besarnya sehingga dapat meluas ke seluruh sel maupun ke membran sel sekitarnya dengan bantuan “neurotransmitter” dan terjadi kejang. Kejang demam yang berlangsung lama (lebih dari 15 menit) biasanya disertai apnea, meningkatnya kebutuhan oksigen dan energi untuk kontraksi otot skelet yang akhirnya terjadi hipoksemia, hiperkapnia, asidosis laktat disebabkan oleh metabolisme anerobik, hipotensi artenal disertai denyut jantung yang tidak teratur dan suhu tubuh meningkat yang disebabkan makin meningkatnya aktifitas otot dan mengakibatkan metabolisme otak meningkat.

Manifestasi Klinis Ventrikel Septum Defek

Menurut ukurannya VSD dapat dibagi menjadi:
1. VSD kecil
  1. Biasanya asimptomatik
  2. Defek kecil 1 – 5 mm
  3. Tidak ada gangguan tumbuh kembang
  4. Bunyi jantung normal, kadang ditemukan bising peristaltik yang menjalar ke seluruh tubuh perikardium dan berakhir pada waktu distolik karena terjadi penutupan VSD
  5. EKG : dalam batas normal atau terdapat sedikit peningkatan aktivitas ventrikel kiri
  6. Radiologi : ukuran jantung normal, vaskularisasi paru normal atau sedikit meningkat
  7. Menutup secara spontan pada waktu umur 3 tahun 
  8. Diperlukan kateterisasi jantung
2. VSD sedang
  1. Sering terjadi simptom pada masa bayi
  2. Sesak nafas pada waktu aktivitas terutama waktu minum, memerlukan waktu lebih lama untuk makan dan minum, sering tidak mampu menghabiskan minuman dan makanannya
  3. Defek 5 – 10 mm
  4. BB sukar naik sehingga tumbuh kembang terganggu
  5. Mudah menderita infeksi biasanya memerlukan waktu lama untuk sembuh
  6. paru tetapi umumnya responsif terhadap pengobatan
  7. Takipnue
  8. Retraksi
  9. Bentuk dada normal
  10. EKG : terdapat peningkatan aktivitas ventrikel kiri maupun kanan , tetapi kiri lebih meningkat
  11. Radiologi : terdapat pembesaran jantung derajat sedang, conus pulmonalis menonjol, peningkatan vaskularisasi paru dan pembesaran pembuluh darah di hilus
3. VSD besar
a. Sering timbul gejala pada masa neonatus
  1. Dispnea meningkat setelah terjadi peningkatan pirau kiri ke kanan dalam minggu pertama setelah lahir
  2. Pada minggu ke 2 atau 3 simptom mulai timbul akan tetapi gagal jantung biasanya baru timbul setelah minggu ke 6 dan sering didahului infeksi saluran nafas bagian bawah
  3. Bayi tampak sesak nafas pada saat istirahat, kadang tampak sianosis karena kekurangan oksigen akibat gangguan pernafasan
  4. Gangguan tumbuh kembang
  5. EKG : terdapat peningkatan aktivitas ventrikel kanan dan kiri
  6. Radiologi : pembesaran jantung nyata dengan conus pulmonalis yang tampak menonjol pembuluh darah hilus membesar dan peningkatan vaskularisasi paru perife

Penatalaksanaan Stroke

Secepatnya pada terapeutik window (waktu dari serangan hingga mendapatkan pengobatan maksimal).
Therapeutik window ini ada 3 konsensus:
  1. Konsensus Amerika : 6 jam
  2. Konsensus Eropa: 1,5 jam
  3. Konsensus Asia: 12 jam
Prinsip pengobatan pada therapeutic window:
  1. Jaringan penubra ada aliran lagi sehingga jaringan penubra tidak menjadi iskhemik.
  2. Meminimalisir jaringan iskhemik yang terjadi.
Terapi umum:
Untuk merawat keadaan akut perlu diperhatikan faktor – faktor kritis sebagai berikut :
1. Menstabilkan tanda – tanda vital
  • Mempertahankan saluran nafas (sering melakukan penghisapan yang dalam , O2, trakeotomi, pasang alat bantu pernafasan bila batang otak terkena)
  • Kendalikan tekanan darah sesuai dengan keadaan masing – masing individu ; termasuk usaha untuk memperbaiki hipotensi maupun hipertensi.
2. Deteksi dan memperbaiki aritmia jantung
3. Merawat kandung kemih. Sedapat mungkin jangan memasang kateter tinggal; cara ini telah diganti dengan kateterisasi “keluar – masuk” setiap 4 sampai 6 jam
4. Menempatkan posisi penderita dengan baik secepat mungkin :
  • Penderita harus dibalik setiap jam dan latihangerakan pasif setiap 2 jam
  • Dalam beberapa hari dianjurkan untuk dilakukan gerakan pasif penuh sebanyak 50 kali per hari; tindakan ini perlu untuk mencegah tekanan pada daerah tertentu dan untuk mencegah kontraktur (terutama pada bahu, siku dan mata kaki

Terapi khusus:
Ditujukan untuk stroke pada therapeutic window dengan obat anti agregasi dan neuroprotektan. Obat anti agregasi: golongan pentoxifilin, tielopidin, low heparin, tPA.
1. Pentoxifilin:
Mempunyai 3 cara kerja:
  • Sebagai anti agregasi → menghancurkan thrombus
  • Meningkatkan deformalitas eritrosit
  • Memperbaiki sirkulasi intraselebral
2. Neuroprotektan:
  • Piracetam: menstabilkan membrane sel neuron, ex: neotropil, Cara kerja dengan menaikkan cAMP ATP dan meningkatkan sintesis glikogen
  • Nimodipin: gol. Ca blocker yang merintangi masuknya Ca2+ ke dalam sel, ex.nimotup, Cara kerja dengan merintangi masuknya Ca2+ ke dalam sel dan memperbaiki perfusi jaringan otak
  • Citicholin: mencegah kerusakan sel otak, ex. Nicholin, Cara kerja dengan menurunkan free faty acid, menurunkan generasi radikal bebas dan biosintesa lesitin
  • Ekstrax gingkobiloba, ex ginkan
Pengobatan konservatif:

Pada percobaan vasodilator mampu meningkatkan aliran darah otak (ADO), tetapi belum terbukti demikian pada tubuh manusia. Dilator yang efektif untuk pembuluh di tempat lain ternyata sedikit sekali efeknya bahkan tidak ada efek sama sekali pada pembuluh darah serebral, terutama bila diberikan secara oral (asam nikotinat, tolazolin, papaverin dan sebagainya), berdasarkan uji klinis ternyata pengobatan berikut ini masih berguna : histamin, aminofilin, asetazolamid, papaverin intraarteri.

Patofisiologi Stroke Hemoragik

Patofisiologi Stroke

Pathway Stroke

Pathway Stroke Hemoragik

Selasa, 04 Februari 2014

Penatalaksanaan Serebral Palsi

Pada umumnya penanganan penderita CP meliputi :

1) Reedukasi dan rehabilitasi.

Dengan adanya kecacatan yang bersifat multifaset, seseorang penderita CP perlu mendapatkan terapi yang sesuai dengan kecacatannya. Evaluasi terhadap tujuan perlu dibuat oleh masing-masing terapist. Tujuan yang akan dicapai perlu juga disampaikan kepada orang tua/famili penderita, sebab dengan demikian ia dapat merelakan anaknya mendapat perawatan yang cocok serta ikut pula melakukan perawatan tadi di lingkungan hidupnya sendiri. Fisio terapi bertujuan untuk mengembangkan berbagai gerakan yang diperlukan untuk memperoleh keterampilan secara independent untuk aktivitas sehari-hari. Fisio terapi ini harus segera dimulai secara intensif. Untuk mencegah kontraktur perlu diperhatikan posisi penderita sewaktu istirahat atau tidur. Bagi penderita yang berat dianjurkan untuk sementara tinggal di suatu pusat latihan. Fisio terapi dilakukan sepanjang hidup penderita. Selain fisio terapi, penderita CP perlu dididik sesuai dengan tingkat inteligensinya, di Sekolah Luar Biasa dan bila mungkin di sekolah biasa bersama-sama dengan anak yang normal. Di Sekolah Luar Biasa dapat dilakukan speech therapy dan occupational therapy yang disesuaikan dengan keadaan penderita. Mereka sebaiknya diperlakukan sebagai anak biasa yang pulang ke rumah dengan kendaraan bersanrm-sama sehingga tidak merasa diasingkan, hidup dalam suasana normal. Orang tua janganlah melindungi anak secara berlebihan dan untuk itu pekerja sosial dapat membantu di rumah dengan melihat seperlunya.

2) Psiko terapi untuk anak dan keluarganya.

Oleh karena gangguan tingkah laku dan adaptasi sosial sering menyertai CP, maka psiko terapi perlu diberikan, baik terhadap penderita maupun terhadap keluarganya.

3) Koreksi operasi.
Bertujuan untuk mengurangi spasme otot, menyamakan kekuatan otot yang antagonis, menstabilkan sendi-sendi dan mengoreksi deformitas. Tindakan operasi lebih sering dilakukan pada tipe spastik dari pada tipe lainnya. Juga lebih sering dilakukan pada anggota gerak bawah dibanding -dengan anggota gerak atas. Prosedur operasi yang dilakukan disesuaikan dengan jenis operasinya, apakah operasi itu dilakukan pada saraf motorik, tendon, otot atau pada tulang.

4) Obat-obatan.

Pemberian obat-obatan pada CP bertujuan untuk memperbaiki gangguan tingkah laku, neuro-motorik dan untuk mengontrol serangan kejang.
Pada penderita CP yang kejang. pemberian obat anti kejang memeerkan hasil yang baik dalam mengontrol kejang, tetapi pada CP tipe spastik dan atetosis obat ini kurang berhasil. Demikian pula obat muskulorelaksan kurang berhasil menurunkan tonus otot pada CP tipe spastik dan atetosis. Pada penderita dengan kejang diberikan maintenance anti kejang yang disesuaikan dengan karakteristik kejangnya, misalnya luminal, dilantin dan sebagainya. Pada keadaan tonus otot yang berlebihan, obat golongan benzodiazepine, misalnya : valium, librium atau mogadon dapat dicoba. Pada keadaan choreoathetosis diberikan artane. Tofranil (imipramine) diberikan pada keadaan depresi. Pada penderita yang hiperaktif dapat diberikan dextroamphetamine 5 -- 10 mg pada pagi hari dan 2,5 -- 5 mg pada waktu tengah hari.

Senin, 03 Februari 2014

Penyebab Osteoartritis

Beberapa penyebab dan faktor predisposisi adalah sebagai berikut:

1. Umur
Perubahan fisis dan biokimia yang terjadi sejalan dengan bertambahnya umur dengan penurunan jumlah kolagen dan kadar air, dan endapannya berbentuk pigmen yang berwarna kuning.

2. Pengausan (wear and tear)
Pemakaian sendi yang berlebihan secara teoritis dapat merusak rawan sendi melalui dua mekanisme yaitu pengikisan dan proses degenerasi karena bahan yang harus dikandungnya.

3. Kegemukan
Faktor kegemukan akan menambah beban pada sendi penopang berat badan, sebaliknya nyeri atau cacat yang disebabkan oleh osteoartritis mengakibatkan seseorang menjadi tidak aktif dan dapat menambah kegemukan.

4. Trauma
Kegiatan fisik yang dapat menyebabkan osteoartritis adalah trauma yang menimbulkan kerusakan pada integritas struktur dan biomekanik sendi tersebut.

5. Keturunan
Heberden node merupakan salah satu bentuk osteoartritis yang biasanya ditemukan pada pria yang kedua orang tuanya terkena osteoartritis, sedangkan wanita, hanya salah satu dari orang tuanya yang terkena.

6. Akibat penyakit radang sendi lain
Infeksi (artritis rematord; infeksi akut, infeksi kronis) menimbulkan reaksi peradangan dan pengeluaran enzim perusak matriks rawan sendi oleh membran sinovial dan sel-sel radang.

7. Joint Mallignment
Pada akromegali karena pengaruh hormon pertumbuhan, maka rawan sendi akan membal dan menyebabkan sendi menjadi tidak stabil/seimbang sehingga mempercepat proses degenerasi.

8. Penyakit endokrin
Pada hipertiroidisme, terjadi produksi air dan garam-garam proteglikan yang berlebihan pada seluruh jaringan penyokong sehingga merusak sifat fisik rawan sendi, ligamen, tendo, sinovia, dan kulit.
Pada diabetes melitus, glukosa akan menyebabkan produksi proteaglikan menurun.

9. Deposit pada rawan sendi
Hemokromatosis, penyakit Wilson, akronotis, kalsium pirofosfat dapat mengendapkan hemosiderin, tembaga polimer, asam hemogentisis, kristal monosodium urat/pirofosfat dalam rawan sendi.

Minggu, 02 Februari 2014

Pengkajian Osteoarthritis


1. Aktivitas/Istirahat
  • Nyeri sendi karena gerakan, nyeri tekan memburuk dengan stress pada sendi, kekakuan pada pagi hari, biasanya terjadi secara bilateral dan simetris limitimasi fungsional yang berpengaruh pada gaya hidup, waktu senggang, pekerjaan, keletihan, malaise.
  • Keterbatasan ruang gerak, atropi otot, kulit: kontraktor/kelainan pada sendi dan otot.

2. Kardiovaskuler
  • Fenomena Raynaud dari tangan (misalnya pucat litermiten, sianosis kemudian kemerahan pada jari sebelum warna kembali normal.

3. Integritas Ego
  • Faktor-faktor stress akut/kronis (misalnya finansial pekerjaan, ketidakmampuan, faktor-faktor hubungan.
  • Keputusasaan dan ketidakberdayaan (situasi ketidakmampuan).
  • Ancaman pada konsep diri, gambaran tubuh, identitas pribadi, misalnya ketergantungan pada orang lain.

4. Makanan / Cairan
  • Ketidakmampuan untuk menghasilkan atau mengkonsumsi makanan atau cairan adekuat mual, anoreksia.
  • Kesulitan untuk mengunyah, penurunan berat badan, kekeringan pada membran mukosa.

5. Hygiene
  • Berbagai kesulitan untuk melaksanakan aktivitas perawatan diri, ketergantungan pada orang lain.

6. Neurosensori
  • Kesemutan pada tangan dan kaki, pembengkakan sendi

7. Nyeri/kenyamanan
  • Fase akut nyeri (kemungkinan tidak disertai dengan pembengkakan jaringan lunak pada sendi. Rasa nyeri kronis dan kekakuan (terutama pagi hari).

8. Keamanan
  • Kulit mengkilat, tegang, nodul sub mitaneus
  • Lesi kulit, ulkas kaki
  • Kesulitan dalam menangani tugas/pemeliharaan rumah tangga
  • Demam ringan menetap
  • Kekeringan pada mata dan membran mukosa

9. Interaksi Sosial
  • Kerusakan interaksi dengan keluarga atau orang lain, perubahan peran: isolasi.

10. Penyuluhan/Pembelajaran
  • Riwayat rematik pada keluarga
  • Penggunaan makanan kesehatan, vitamin, penyembuhan penyakit tanpa pengujian
  • Riwayat perikarditis, lesi tepi katup. Fibrosis pulmonal, pkeuritis.

11. Pemeriksaan Diagnostik
  • Reaksi aglutinasi: positif
  • LED meningkat pesat
  • protein C reaktif : positif pada masa inkubasi.
  • SDP: meningkat pada proses inflamasi
  • JDL: Menunjukkan ancaman sedang
  • Ig (Igm & Ig G) peningkatan besar menunjukkan proses autoimun
  • RO: menunjukkan pembengkakan jaringan lunak, erosi sendi, osteoporosis pada tulang yang berdek